Tuesday, June 3, 2014

Candi-Candi Berbatu Merah Majapahit

"Mbak wartawan ya? Ooh, jangan-jangan arkeolog?"

Ngga dua-duanya, mas. ^^;
Begitulah kira2 pertanyaan yang sempat terlontar sewaktu kami naik bus ke arah Kediri dari Terminal Kertajaya. Kayaknya gw dan Miki-Sensei merupakan pemandangan yang lumayan langka di kota ini dan di dalam bus itu. Tapi gw cukup suka dengan keramahan kepo penduduk mojokerto. Sesuatu yang ngga mungkin gw dapatkan di Jakarta.

Trowulan, Mojokerto, sebuah kota yang kaya akan sejarah dan peninggalan-peninggalan Majapahit di masa jaya nya. Tempat ini sudah menjadi impian besar sejak beberapa tahun terakhir untuk gw kunjungi. Sebagai orang Indonesia pecinta sejarah, sudah selayaknya gw sowan ke tempat ini seperti ke Borobudur, Prambanan, dkk.

Kami turun di perempatan Trowulan dan segera mencarter ojek. Kira-kira per orang 100ribu untuk keliling kawasan Trowulan selama kira-kira 5 jam. Buat yang mikir "cuy, mahal banget itu" yah tampilan kita agak susah buat minta lebih murah dan kita juga ngga ada yang jago nawar. Belum lagi nga ada yang bisa Boso Jowo diantara kita. Klo emang dimahalin gw anggep amal saja lah. -_-;


Perhentian pertama kita milai dari yang paling jauh dulu, yaitu Candi Tikus. Dinamai demikian karena waktu digali ternyata disitu ada banyak sekali tikus-tikus nakal hama pak tani. Mungkin malah tadinya mereka mau memusnahkan sarang tikus, tapi tau-tau ketemu candi. Candi Tikus merupakan tempat suci pentirtaan untuk ngambil air buat keperluan upacara. Candinya tidak utuh dan digenangi air yang tinggi rendahnya bergantung pada musim dan cuaca. Candi-candi di trowulan terbuat dari bata merah. Tapi kadang masih ada batu andesit untuk bagian-bagian tertentu. Pada Candi Tikus, bagian bawah yang tergenang air menggunakan batu andesit.


Di dekat Candi Tikus ada Candi Bajang Ratu. Kalau perginya ke Candi Tikus duluan pasti sempat melewati candi ini. Candi Bajang Ratu masih dipertanyakan apakah sebenarnya bangunan candi ataukah gapura, soalnya samping-sampingnya diperkirakan berupa tembok tetapi bentuk atapnya seperti atap candi dan terdapat relief pahatan terutama di bagian atap. Menurut petugas yang berjaga, candi ini diperkirakan pembuatannya berhenti di tengah jalan pada masanya. Jadi relief-relief bagian bawah memang belum selesai dan banyak ang flat. Ada pendapat kalau candi ini sebenarnya didirikan untuk Jayanegara, putra Raden Wijaya, Raja Majapahit yang banyak skandal aneh dan dibunuh oleh tabibnya sendiri.

Dari Candi Bajang Ratu, kita dibawa pak ojek ke Museum Trowulan, Pusat Informasi Majapahit. Gw cukup terkesan dengan kerapihan museum ini. Yah, ada 1-2 hal yang bisa ditingkatkan sih (misalnya tolong dipasang ac gitu) tapi koleksinya cukup banyak dan lumayan memberi gambaran bagaimana kira-kira kehidupan kala zaman Majapahit dulu. Ada hal-hal yang menurut gw masih bisa ditemukan bahkan di jaman sekarang, seperti kendi dan mangkok tanah liat atau pola lantai batu berbentuk segi enam. Di belakang gedung ada banyak koleksi patung batu, prasasti, serta situs penggalian. Katanya sih yang sedang digali merupakan peninggalan rumah-rumah di Majapahit dulu.

Tak jauh dari museum, ada makam Putri Champa, jadi ya sekalian mampir aja mumpung dekat. Tadinya gw ngga ngeh sama sekali Putri Champa itu siapa, cuma pernah denger-denger namanya. Setelah nanya dengan penjaga disana, gw baru tahu kalau dia adalah istri Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, dan ibu dari Raden Patah, pendiri kerajaan Demak. Prabu Brawijaya V dan Putri Champa dimakamkan berdampingan di tempat tersebut, dan disekitarnya ada makam-makam yang lebih kecil yang kemungkinan untuk kerabat dan anak buah mereka. Gw kaget banget setelah tahu ternyata itu makam orang penting. Oo; Pada saat yang sama gw juga miris karena makam sepenting itu kondisinya agak menyedihkan. Semoga situs ini ke depan bisa makin diperhatikan pemerintah setempat dan dirapihkan. Btw, karena ini makam, kita ngga berani foto-foto disini. ^^;


Hari semakin siang dan perjalanan berlanjut ke Gapura Wringin Lawang. Saking teriknya, gw dan Miki-Sensei ngga tahan untuk ngga beli es tebu yang dijual disitu. Gapura ini katanya sih pintu masuk ke dalam kota Majapahit dulu. Emang sih rada besar, tapi gw masih bingung kalau semacem kuda dan carawan apa lewatnya situ juga. Tidak ada relief apapun pada gapura ini, benar-benar hanya susunan bata merah yang menjulang tinggi. Ada sesajen diletakkan di gapura oleh penduduk setempat. Waktu mengisi buku tamu, ternyata ada juga yang menggunakan pemandangan di Wringin Lawang untuk foto prewed. Xd Boleh~ Boleh~

Selanjutanya kita dibawa ke Candi Gentong yang... ngga keliatan candi sama sekali. Tidak banyak yang bisa dilihat karena candi ini lebih seperti tumpukan batu bata yang berantakan. Untungnya ada penjaga yang bersedia cerita-cerita sejarah candi ini. Candi gentong dinamai demikian karena waktu ditemukan gundukannya berbentuk seperti gentong. Konon candi tersebut dulunya juga pentirtaan untuk memandikan mayat sebelum dibakar. Ada peneliti yang mengatakan Candi Brahu sebagai tempat pembakarannya, tapi belum ada bukti konkrit yang mendukung hipotesa tersebut.

Hanya 300 meter dari Candi Gentong, kami pun sampai di Candi Brahu. Candi ini dipercaya sebagai candi Buddha dan tidak ada relief apapun di batu bata nya. Bentuk candinya agak aneh, sepertinya gw harus mencari tahu lagi apa makna bentuk bangunannya. Candi ini juga cukup ramai pengunjungnya. Mungkin karena sekarang hari Minggu.


Terakhir, kita mengunjungi Mahavihara Mojopahit yang terkenal dengan patung Buddha tidur berwarna emas. Banyak turis lokal yang juga berwisata ke tempat ini. Entah apa biksu-biksu disana sudah nrimo aja dengan keramaian weekend para pengunjung. ^^; Mahavihara Mojopahit juga lumayan terkenal di kalangan backpacker karena bersedia menerima tamu untuk menginap disana dengan bayaran seiklasnya. Taman-taman yang ditata di tempat ini juga mengingatkan gw sama taman zen, cuma ya versi Indonesia. :d



Demikian rangkaian perjalanan kami keliling-keliling candi-candi di Trowulan. Setelah membayar para tukang ojek dan isi perut, kami naik angkot coklat dari perempatan Trowulan sampai kembali ke Terminal Kertajaya. 

Gw sungguh berharap wilayah Trowulan maupun kota Mojokerto bisa dirapihin infrastrukturnya karena situs Majapahit ini terkenal banget tapi orang susah akses karena kurangnya fasilitas. Alangkah baiknya kalau kota ini bisa semakin baik dan usaha-usaha yang ada bisa meningkat pemasukannya. Jadi masyarakat ngga harus bergantung sama keberadaan pabrik yang bisa merusak wilayah penuh situs bersejarah ini. Kalau masyarakat bisa mendapatkan uang dari wisata sejarah, gw rasa penduduk setempat pasti dengan senang hati menjaga dan merawat peninggalan-peninggalan bersejarah yang mungkin saja masih menanti untuk ditemukan kembali. :)

No comments: