Thursday, January 8, 2009

Tetralogi Laskar Pelangi - Andrea Hirata

Laskar Pelangi

Cukup lama setelah rilis baru gw tonton film fenomenal ini. Gw mau menunggu selesai
membaca novelnya dulu baru nonton filmnya. Kesan gw ketika selesai baca, novel ini agak terlalu hiperbola buat gw. Penggunaan timing waktu yang berlompatan di setiap ‘mozaik’nya cukup membuat gw bingung. Banyak hal-hal yang membuat gw sedikit berkerut kening (terutama kalau bagian Lintang sedang menjelaskan suatu ilmu) karena banyak kata-kata yang gw ngga ngerti. ^^;

Yah, mungkin gw nya juga yang kurang intelek, dan dalam bayangan gw ketika membaca Laskar Pelangi, gw sedang membaca sebuah novel cerita, bukan memoar seseorang sehingga rasanya aneh kalau anak-anak SD ini menggunakan kata-kata dengan penjelasan yang orang dewasa aja bisa kelimpungan. Endingnya yang ngegantung juga lumayan bikin gw bingung. Padahal kalau dipikir-pikir sekarang sebenarnya gantung karena memang belum selesai.

Tapi secara keseluruhan, Laskar Pelangi adalah novel yang sarat akan makna, suatu bentuk sastra yang mendobrak dan bermutu diantara sekian banyak bacaan populer lainnya, jenaka sekaligus mengharukan dan sangat berkesan di hati. Kisah perjuangan anak-anak Belitong untuk mengenyam pendidikan, kisah anak-anak Laskar Pelangi dengan keunikan dan kehebatan masing-masing. Memoar masa SD Andrea Hirata bersama.

Film Laskar Pelangi sendiri bisa menangkap novelnya dengan penyampaian yang baik meski alur ceritanya jauh diringkas. Karena filmnya lebih sebagai ‘cerita pendidikan’ maka ada beberapa hal yang berbeda dengan novelnya untuk menambah dramatisasi kisahnya. Yang jelas berbeda adalah adegan cerdas cermat, di film tingkat kesulitan soal-soal cerdas cermatnya lebih masuk akal dan peran Tora Sudiro sebagai guru SD PN bukan menjadi antagonis, tapi justru membantu anak-anak Laskar Pelangi dari SD Muhammadiyah ini. Pendidikan juga menjadi tema penting bagi film ini, jauh lebih ditekankan daripada di novelnya sendiri menurut gw.

Yang juga sangat gw sukai dari Laskar Pelangi ini adalah cinematografinya yang bisa banget mengisahkan keindahan alam Belitong serta suasana sosial masyarakatnya. Ditambah lagi dengan soundtrack dari Nidji yang cocok banget dengan inti novel dan filmnya. Laskar Pelangi adalah novel dan film yang patut diancungi jempol dan wajib dimiliki. Terutama novelnya, karena semua kebingungan dan keraguan gw ketika membaca Laskar Pelangi justru semakin memudar sampai hilang tanpa bekas ketika membaca lanjutan-lanjutan tetraloginya. ^^


Sang Pemimpi & Edensor

2 Judul ini gw review bersama karena aspek kedekatan ceritanya yang sangat terikat pada keberadaan tokoh Arai.

Entah apa karena gw semakin terbiasa dengan gaya bahasanya, atau karena tokoh-tokohnya beranjak lebih dewasa sehingga pembicaraan-pembicaraan ilmiah yang terjadi lebih bisa diterima otak gw, Sang Pemimpi dan Edensor bisa gw nikmati dengan sangat baik. Keduanya berfokus pada Ikal dan Arai dalam menjalani hidup penuh tantangan demi menggapai mimpi-mimpi mereka yang besar. Mulanya gw cukup bertanya-tanya kemana anggota-anggota Laskar Pelangi lainnya dan kenapa tidak diungkit-ungkit lagi. Tapi kemudian gw mencoba maklum mungkin pengarang ingin mengisahkan babak baru hidupnya mang memang tidak lagi berfokus pada Laskar Pelangi, melainkan pada sepupunya, Arai.

Sang Pemimpi mengisahkan Ikal dan Arai ketika beranjak remaja dengan kisah-kisah persahabatan mereka, bagaimana Arai selalu memberikan motivasi positif dalam kehidupan Ikal, sampai kemudian mereka mengadu nasib di Pulau Jawa dan berjuang mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Sorbonne, Perancis.

Sedang Edensor lebih menyuguhkan petualangan Ikal dan Arai ketika kuliah di Perancis, menjalani kehidupan mahasiswa S2 masih dengan mimpi-mimpi gila yang terwujud dengan petualangan backpacking mereka keliling Eropa sampai Afrika. Tokoh A Ling yang muncul di Laskar Pelangi, meski tidak muncul disini tapi menjadi motivasi penting bagi Ikal untuk menaklukan dunia. Kenapa judulnya Edensor? Kalau dibaca pasti akan tahu sendiri. xD

Seperti Laskar Pelangi, kedua buku ini membawa pembaca untuk berani bermimpi dan berani berjuang demi mimpi-mimpi itu. Membawa kita untuk selalu melihat hidup ini secara positif dan mengajarkan kalau kepesimisan hanya membatasi diri sendiri untuk menggapai mimpi. Bila memiliki Laskar Pelangi, maka 2 buku ini juga wajib dimiliki. Dan bila 3 buku tersebut sudah habis dibaca, berarti list selanjutnya untuk bacaan wajib adalah Maryamah Karpov.


Maryamah Karpov (Mimpi-Mimpi Lintang)

Maryamah Karpov adalah klimaks dari Tetralogi Laskar Pelangi. Buku ini gw nobatkan sebagai novel terbaik yang pernah gw baca sejauh ini. Gw benar-benar sudah bisa menikmati
gaya bahasanya di buku ke-4 ini dan perubahan dari ‘mozaik’ ke ‘mozaik’ nya dirancang dengan sangat pintar dan menggelitik. Maryamah Karpov juga gw rasa merupakan yang paling tebal diantara 4 novel itu.

Ada bagian yang jenaka, bagian yang mengharukan, ada juga bagian yang penuh petualangan dan menegangkan. Perbandingan kultural antara masing-masing ras penghuni Pulau Belitong juga digambarkan dengan detil disini sehingga sampai pertengahan novel tadinya gw kira Maryamah Karpov lebih membahas hal-hal kultural dibanding novel-novel sebelumnya. Pada Novel sebelumnya Andrea Hirata juga sering memberikan perbandingan kultural mahasiswa-mahasiswa dari berbagai negara yang satu kuliah dengannya. Namun di novel ini suasana budayanya benar-benar terasa buat gw (mungkin karena settingnya Indonesia). Meski demikian dari awal sampai akhir novel ini berhasil menyihir gw sehingga menjadi tergila-gila akan tetralogi fenomenal ini.

Kelemahannya adalah untuk menikmati novel ini secara utuh berarti harus membaca mulai dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, sampai Edensor. Karena Maryamah Karpov merupakan intisari semuanya dengan keberadaan Arai, anggota Laskar Pelangi, dan A Ling yang menjadi fokus penting dalam keseluruhan cerita.

Maryamah Karpov mengisahkan Ikal (sang penulis, Andrea Hirata) yang sudah menyelesaikan studi S2nya di Sorbonne, Perancis, dan kemudian kembali ke Belitong. Kembali ke realita Indonesia yang jelas berbeda dengan manisnya Paris (terutama secara transportasi), kembali ke keluarga yang sudah menantinya, kembali ke lingkungan tempat ia besar sejak lahir. Kisah kemudian bergulir ketika Ikal kemudian menemukan petunjuk penting akan keberadaan A Ling dan berjuang mati-matian meski menghadapi cemoohan banyak orang untuk menemukan cinta pertamanya itu, meski harus mempertaruhkan nyawa mati ditelan laut atau dibunuh kaum Lanun.

Ending Maryamah Karpov juga sangat-sangat berkesan dan justru sangat rasional terjadi, namun penempatannya membuat pembaca bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Ikal dalam menghadapi masalah yang jauh lebih berat daripada perjuangan keliling dunia maupun berlayar menuju sarang bajak laut Malaka. (Atau apakah Tetralogi ini ternyata belum selesai? :D)

Memang sepertinya banyak yang kecewa karena Andrea Hirata sepertinya memberikan statement kalau Maryamah Karpov adalah novel tentang wanita sehingga ekspektasinya jadi berbeda (untungnya gw nga tahu mengenai statement itu sewaktu baca sehingga memang tidak berekspektasi apa-apa dari awal, tapi harus gw akui gw cukup bingung dengan pemilihan judul yang kali ini tidak terlalu berhubungan dengan kisahnya sendiri) dan malah cocokan taglinenya, atau menganggap kisah novel ini terlalu mustahil terjadi pada hidup seseorang sehingga dianggap kebohongan. Ketika membaca Laskar Pelangi pun gw merasa demikian, namun akhirnya sama memutuskan tidak peduli apakah ini benar kejadian atau cuma bumbu-bumbu kisah, apakah ini novel atau memuar atau biografi, gw dah ngga peduli. Karena gw ingin menikmatinya sebagai suatu kisah cerita dan karya sastra, entah ini fiksi maupun non-fiksi.

No comments: